ILMU PENGETAHUAN

 ILMU PENGETAHUAN

Kata berimbuhan "pengetahuan" tentulah mempunyai atau datang dari kata awal TAHU (bukan tempe). Orang jadi tahu karena "dengarkan dan melihat". Suatu hal yang terdengar kita sebutkan terdengaran dan yang dilihat kita sebutkan kesaksian. Karena itu suatu hal yang sudah dijumpai juga kita sebutkan kedapatan.


Dari kata awal "dengar" akan turun kata "pendengaran", dan dari kata "saksi" akan turun kata "penyaksian". Karena itu searah dengan itu, dari kata TAHU sebenarnya akan turun juga kata "penahuan".


Lalu, darimanakah turunnya kata "peNGetahuan"? Kemungkinan dari "kedapatan". Tapi, dari kata terdengaran tak pernah tercipta kata berimbuhan "peNgedengaran" dan dari kata kesaksian juga tak pernah turun kata "peNGesaksian".


Bila saya lakukan pencarian karena itu turunan kalimat tertera di atas sebagai berikut:


1. Dengar --> pendengar --> mendengar(kan) --> pendengaran --> dengaran


2. Saksi --> penyaksi --> melihat --> penyaksian --> saksian


karena itu,


3. Tahu --> penahu --> menahukan --> penahuan --> tahuan


Turunan kata pada butir (3), nampaknya tidak berterima karena "penahuan" kemungkinan dipahami sebagai kata berimbuhan yang turun dari kata awal "nahu", yaitu kata resapan dari bahasa Arab yang memiliki arti 'tata bahasa", atau proses membuat tahu (semacam makanan dari kedelai).


Tapi, kata berimbuhan "peNGEtahuan" juga sangat aneh di pemikiran saya bila ia datang dari kta KETAHU. Masalahnya, saya tidak mendapati kata itu dalam KBBI edisi pertama sampai ke-3 . Entahlah kemungkinan pada KBBI IV (saya belum mempunyai kamus itu saat tulisan ini saya bikin).


Kata yang sebuah dengan "ketahu" kita mengenal ada kata "KETEMU", tapi kata itu nampaknya tidak dari kata awal "jumpa", karena kata berimbuhan yang terjadi dari kata "bertemu" tidak pernah hasilkan bentukan atau sublema "meNGetemukan", atau "peNgetemuan".


Karenanya, kata berimbuhan "peNGEtahuan" saya kira satu bentuk penyelewengan gaya bahasa. Bila kata itu betul di turunkan dari kata awal TAHU karena itu semestinya kita menyebutkan "Pengetahuan peNahuan" oleh karena nasal N ialah fonem T yang diluluhkan.


Maka sebaiknya semuanya orang "menahui" , dan bukan 'mengetahui".


Permasalahan yang diangkat Umbu ini kali semakin menunjukkan jika bahasa tidak bisa dirumuskan seperti pengetahuan tentu. Ada-ada saja rumpang dalam pola-pola bahasa. Kita harus menanggapinya dengan arif. Namun, sekalinya ada rumpang, tetap ada sebuah mekanisme yang dapat menjawab rumpang itu.


Demikian juga untuk kasus kata "pengetahuan". Sebetulnya, kata ini bukanlah pangkal permasalahannya. Sama-sama sudah kita kenali, kata benda (berafiks pe-/pe-an) dengan bahasa Indonesia biasanya di turunkan dari kata kerjanya (berafiks me-/me--kan/ -i).


tulis-menulis- penulis-penulisa n-(tulisan)

buat-membuat- pembikin-pembuata n-(buatan)

amat-mengamati- pengamat- pengamatan- (amatan)

bunuh-membunuh- pembunuh- pembunuhan (ada rumpang)


Kata "pengetahuan" di turunkan dari kata "ketahui". Sebagai permasalahan apa wujud dasar dari kata "ketahui" ? Jika wujud dasarnya "tahu", darimanakah asal fonem /ng/? Seandainya mengarah pada KBBI IV, kita jadi terang: di halaman 1377, ada kata (sublema) "ketahu".


Maka "ketahu" ialah kata jadian proses dari afiksasi (pengimbuhan) prefiks (awalan) "ke+tahu". Saya sendiri secara preskriptif tidak atau memang belum mendapati data kata "ketahu". Dalam idiolek saya, kata ini tidak terterima. Tetapi, saya percaya KBBI IV tidak asal menulis kata ini. Tentu ada dasarnya.


Dengan beranggapan jika kata "ketahu" terterima, kata "pengetahuan" jadi tidak memiliki masalah. Kata ini mempunyai "saudara" dengan bahasa Indonesia macam standard, yaitu ketua, pacar, dan kehendak. Berikut skema hierarki kalimat berprefiks ke- itu (terkecuali kata pacar, yang proses pembangunan ucapnya stop di sini).


tahu-ketahu- ketahui- pengetahuan


tua-ketua-mengetuai -pengetua- (pengetuaan?)


hendak-kehendak- mengehendaki (kata ini ada banyak diketemukan, berkompetisi dengan "menginginkan" ; harian "Cahaya Keinginan" masih memakainya, dan KUBI Poerwadarminta masih menulisnya).


Dalam pola kata berprefiks ke-, terlihat banyak rumpangnya. Arti pe-an dalam "pengetahuan" ialah 'hasil dari tindakan ketahui' . Maka, berlainan dengan arti konfiks "pe-an" yang biasa, yaitu 'proses dari verbanya'. Kebalikannya, arti pe-an di sini sama dengan arti sufiks (akhiran) -an, yaitu 'hasil tindakan verbanya' (tulisan, lukisan, bikinan, amatan, dan lain-lain).


"Untunglah", arti (gramatikal) afiks pe-an, seperti dalam pengetahuan (yaitu 'hasil'), mempunyai "rekan", yakni dalam kata "pendapatan (saya)", "penghasilan (pegawai)", dan "penghasilan (pedagang)". Konfiks pe-an yang memiliki makna 'hasil' terlihat dalam konstruksi (frasa) kepemilikan' dan konstituen yang ikutinya sebagai subyek. Kebalikannya, "pe-an" yang memiliki makna 'proses' ada dalam konstruksi modifikatif dan konstituen yang ikutinya sebagai objek (pembunuhan bekas aktris, penggosokan intan, polusi udara).


Hebat memang permasalahan kata "pengetahuan" : satu kata munculkan banyak keterikatan. Belum juga permasalahan pelesapan/peleburan fonem /k/ kenapa terjadi dalam "mengepalai" dan "ketahui" , tapi tidak dalam "perkuat" dan "memperkencang" ? Walau sebenarnya, kasusnya sama: ke- dan per- sebagai sisipan dan /k/ dan /p/ ialah konsonan letup takbersuara. Ada komentar?


Terima kasih Umbu yang sudah buka gerbang.



Respon saya:


Hehehe.., rupa-rupanya ada juga kata "ketahu". Bahasa Indonesia memang mengenali kata "ketua" dan "kehendak", dan "pacar", namun pada pemikiran saya, dari wujud kata "ketua" cuma turun kata "mengepalai" dan kata "kehendak" tidak turunkan kata "meNGEhendaki" , dan "pacar" setop sampai di sana.


Seandainya "ketahu" itu benar ada dalam KBBI IV karena itu "pengetahuan" tidak jadi permasalahan. Hanya, darimanakah hadirnya "ketahu" itu perlu juga dicari jawabnya, masalahnya saya tidak pernah dengar.


Mungkin yang penting dibahas saat ini masalah kata "pacar" yang menurut opini saya (kemungkinan sekali) datang dari wujud kata ulangi "(ber)kasih- kasih(an) ". Itu penyebabnya kata "pacar" tidak pernah mendapatkan sisipan me-kan(i) dan pe-an.


Pembangunan awalan (?) ke + kasih --> pacar nampaknya mempunyai skema yang serupa dalam kata berikut ini:


Tua-tua --> tetua (orang tua-tua adat)

Tangga-tangga --> tetangga (rumah dahulu selalu gunakan tangga)

Daun-daun --> dedaunan

Beberapa pohon - -> pohon-pohonan

Rumput-rumput --> rumput-rumputan

Batu-batuan --> batu-batuan (ini lagunya Ebiet G Ade) dstnya.


2 tahun lalu dalam rilis ini saya pernah buka komunitas untuk mengulas masalah istilah "puing-puing" pesawat. Saya tidak sepakat dengan istilah itu karena pesawat terbang tak pernah roboh.


Pesawat itu jatuh dari udara dan karenanya lebih pas kita pakai istilah "jejatuhan" untuk menyebutkan bangkai pesawat terbang yang remuk itu. Masalahnya, saat ini telah ada juga kata "jaringan" yang kemungkinan datang dari "jaring-jaring".


Karena itu, mulai saat ini bolehlah kita memakai istilah "lelongsoran" tanah karena di mana saja terjadi banyak tanah longsor saat hujan mulai turun dan gempa terjadi di mana saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Breaking News

Dominus vobiscum